Laporan Praktikum ke-13 Tanggal mulai: 10 Mei 2011
M.K. Analisis Zat Gizi Makro Tanggal selesai:10 Mei 2011
PENETAPAN KADAR ABU BAHAN PANGAN DENGAN METODE GRAVIMETRI
Oleh :
Kelompok 4B
Agustino I14090057
Babang Yusup I14090067
Evi Astuti W S I14090119
Aji Nugraha I14090114
Asisten Praktikum :
Panji Azahari
Adiarti Nursasanti
Penanggung Jawab Praktikum :
Prof. Ahmad Soleman
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kandungan mineral dalam pangan dapa dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu unsur makro, unsur mikro dan trace element (unsur jarang). Pada analisis pengukuran mineral ini lebih dikenal dengan analisis abu. Abu merupakan residu sari suatu bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Analisis kadar abu ini adalah bagian dari analisis secara proksimat, suatu analisis yang menetapkan kadar air, karbohidrat, lemak, protein dan abu secara kasar. Kadar mineral ditetapkan dengan dari kadar abu suatu bahan makanan pada suhu 500-600˚C. Sisa dari hasil pembakaran tersebut merupakan bagian yang mengandung mineral dari bahan pangan (Anonim 2009).
Kandungan bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator suatu tindakan pemalsuan atau penituan kualitas suatu produk bahan pangan. Misalnya adalah kandungan abu yang tidak larut asam yang tinggi merupakan indikator bahwa bahan pangan memiliki banyak jumlah pasir dan silika. Dalam prosedur, penetapan akan melewati tahap destruksi bahan organik. tahap ini akan dikenal adanya prosedur pengabuan basah dan pengabuan kering. Karakteristik dari pengabuan basah dapat berupa suhunya lebih rendah, lebih cepat, sedikit volatil, dan sebagainya. Sedangkan pada pengabuan kering suhuny lebih tinggi, lebih lama waktunya, dan banyak terdapat volatil (Anonim 2009).
Pada praktikum kali, bahan pangan yang digunakan adalah produk crackers, yaitu khong guan, go potato, roma, arrow brand, butter crackers dan ritz. Penetapan kadar abu bahan pangan akan dilakukan dengan metode gravimetri. Metode gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan (Darusman 2001).
Tujuan
Praktikum kali bertujuan untuk menetapkan kadar abu berbagai jenis biskuit dengan metode gravimetri.
TINJAUAN PUSTAKA
Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003).
Pengabuan dan Pengarangan
Pengarangan merupakan salah satu tahapan dalam analisis kadar abu. Pengarangan dilakukan sebelum bahan uji diabukan. Pengarangan dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselen di atas api. Hal ini dilakukan untuk menguapkan zat organik dalam bahan pangan (Khopkar 2003).
Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur. Pengabuan sering memerlukan waktu yang lama untuk mempercepat proses pengabuan dapat dilakukan beberapa cara yaitu menambah bahan dengan kwarsa murni sebelum pengabuan untuk memperluas permukaan dan menambah porositas, menambahkan gliserol-alkohol sehingga akan terbentuk kerak yang porosus dan proses oksidasi semakin cepat, dan menambahkan hydrogen peroksida untuk mempercepat oksidasi (Khopkar 2003).
Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan pendekatan analisis komponen kimia untuk melakukan identifikasi karbohidrat, protein, lemak, mineral (abu), dan air dalam bahan pangan. Kadang juga diukur juga kandungan serat kasar sehingga bila kadar serat dikurangkan maka diperoleh total karbohidrat tanpa serat kasar yang dikenal sebgan Nitrogen Free Extract (NFE) (Khopkar 2003).
Cawan Porselen
Cawan porselen adalah salah satu jenis cawan yang digunakan di laboratorium. Cawan biasanya digunakan sebagai wadah suatu bahan yang dipanaskan dalam suhu yang sangat tinggi. Fungsi cawan porselen adalah untuk menempatkan sampel pada proses penimbangan dalam analisis dan wadah dalam pemanasan suhu tinggi. Aplikasi penggunaan cawan porselen adalah Analisis Kadar Abu dan Analisis Kuantitatif mineral. Ukuran cawan yang tersedia adalah 30 ml sampai 50 ml (Dainith 1994).
Desikator
Desikator adalah wadah untuk mengeringkan zat atau menjaganya dari kelembapan udara. Desikator sederhana laboratorium terdiri dari wadah kaca berisi bahan pengering seperti silikat gel. Desikator dapat divakumkan bila tersedia cerap pada tutupnya. Apilkasi penggunaan desikator adalah Analisis kadar air, abu, serat pangan, serat kasar, pektin, dan berbagai analisis metode gravimetri (Dainith 1994).
Kadar Abu Sampel
Kadar abu biskuit dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah mg. Biskuit merupakan salah satu kue kering yang popular dan digemari. Inti pembuatan kue kering adalah pencampuran antara tepung dan air yang dijadikan adonan, kemudian ditambah dengan bahan yang mengandung lemak agar renyah. Jumlah dan jenis lemak yang dipakai tergantung pada jenis biscuit atau kue kering yang akan dibuat (Muaris 2007). Go Potato merupakan biscuit yang terbuat dari bahan kentang asli tanpa melalui penggorengan.
Gravimetri
Gravimetri adalah metode analisis kimia secara kuantitatif dimana jumlah analit ditentukan dengan mengukur bobot substansi murni yang hanya mengandung analit (Skoog 2004). Penentuan kadar zat berdasarkan pengukuran berat analit atau senyawa yang mengandung analit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode pengendapan melalui isolasi endapan sukar larut dari suatu komposisi yang tak diketahui dan metode penguapan dimana larutan yang mengandung analit diuapkan, ditimbang, dan kehilangan berat dihitung (Harvey 2000). Berdasarkan cara mengukur fase, gravimetri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gravimetri evolusi langsung dan gravimetri evolusi tidak langsung. Gravimetri evolusi langsung berfungsi untuk mengukur fase gas secara langsung, sedangkan gravimetri evolusi tidak langsung berfungsi untuk mengukur fase gas dan fase padat dari padatan yang terbentuk (Skoog 2004).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum analisis zat gizi makro mengenai penetapan kadar abu pada bahan pangan dengan metode Gravimetri ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 12 Mei 2011 di Laboratorium Analisis Zat Gizi Makro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada saat praktikum penetapan kadarabu pada bahan pangan adalah cawan porselen, mortar, alat penggerus, tanur dan penjepit. Bahan yang digunakan sebagai percobaan adalah berbagai macam biskuit diantaranya cream cracker roma, cream cracker arrow brand, cream cracker khong guan, go potato, butter cracker, dan ritz.
Prosedur Percobaan
Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan organic yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Dalam analisis proksimat, kadar mineral ditentukan dengan menetapkan kadar abu dari bahan pangan. Berikut ini prosedur kerja penetapan kadar abu pada bahan pangan :
x
x
Bagan 1 Prosedur kadar abu
PEMBAHASAN
Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam sampel Go Potato. Menurut Sudarmadji (2003), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu berasal dari suatu bahan yang dibakar/dipanaskan pada suhu 500-6000C selama beberapa waktu. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003).
Pengukuran kadar abu pada praktikum kali ini mengggunakan metode Gravimetri. Gravimetri adalah metode analisis kimia secara kuantitatif dimana jumlah analit ditentukan dengan mengukur bobot substansi murni yang hanya mengandung analit (Skoog 2004). Penentuan kadar zat berdasarkan pengukuran berat analit atau senyawa yang mengandung analit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode pengendapan melalui isolasi endapan sukar larut dari suatu komposisi yang tak diketahui dan metode penguapan dimana larutan yang mengandung analit diuapkan, ditimbang, dan kehilangan berat dihitung (Harvey 2000). Berdasarkan cara mengukur fase, gravimetri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gravimetri evolusi langsung dan gravimetri evolusi tidak langsung. Gravimetri evolusi langsung berfungsi untuk mengukur fase gas secara langsung, sedangkan gravimetri evolusi tidak langsung berfungsi untuk mengukur fase gas dan fase padat dari padatan yang terbentuk (Skoog 2004).
Sebelum pada tahap pengabuan, dilakukan tahap pengarangan terlebih dahulu. Pengarangan dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselen di atas api. Hal ini dilakukan untuk menguapkan zat organik dalam bahan pangan (Khopkar 2003). Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Pengabuan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu menambah bahan dengan kwarsa murni sebelum pengabuan untuk memperluas permukaan dan menambah porositas, menambahkan gliserol-alkohol sehingga akan terbentuk kerak yang porosus dan proses oksidasi semakin cepat dan menambahkan hidrogen peroksida untuk mempercepat oksidasi (Khopkar 2003).
Kadar abu yang ditentukan dari sampel, sebelumnya ditimbang dahulu agar mengetahui jumlah sampel yang diujikan. Sampel dibakar dahulu di luar dengan bunsen (api kecil) untuk menghindari penguapan partikel-partikel ringan yang menguap bila langsung ke tanur. Menambahkan campuran gliserol-alkohol bertujuan untuk membentuk kerak yang prorous sehingga proses oksidasi menjadi cepat. Penambahan hydrogen peroksida bertujuan untuk mempercepat proses oksidasi bahan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilanganberat setelah pembakarandengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dariabu tersebut. Misalnya, suhu terlalu tinggi menghasilkan komponen dekomposisi sehingga menguap. Oleh karena itu suhu perlu diperhatikan.
Sampel yang digunakan dalam praktikum penetapan kadar abu ini adalah sampel biskuit-biskuitan. biskuit yang digunakan adalah M. Roma, Arrow Brand, Khong Ghuan, Go Potato, M.Oops, dan Ritz. kelompok empat mendapat bagian untuk mengukur kadar abu pada biskuit Go Potato. hasil perhitungan kadar abu pada biskuit dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1 Hasil kadar abu biskuit
Kelompok Sampel Biskuit % abu
1 M. Roma 1270.62%
2 Arrow Brand -502.76%
3 Khong Ghuan 608.72%
4 Go Potato -236.18%
5 M. Oops 305.26%
6 Ritz -204.17%
Berdasarkan tabel hasil kadar abu di atas, dapat dilihat bahwa biskuit M. Roma merupakan biskuit yang mimiliki kadar abu paling tiggi dibandingkan dengan biskuit sampel yang lain yaitu 1270,62%. Sedangkan biskuit dengan kadar abu terkecil adalah Arrow Brand yang memiliki kadar abu sebesar -502,76%. Biskuit yang diteliti oleh kelompok empat yaitu biskuit Go Potato memiliki kadar abu yang rendah pula yaitu -236,18%. Tingginya kadar abu pada suatu bahan makanan menunjukkan bahwa makanan tersebut kurang baik dalam segi keaslian bahan dan diduga terjadi pemalsuan dalam makanan tersebut. karena kadar abu dalam suatu bahan pangan berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.
Percobaan pengukuran kadar abu dengan metode gravimetri ini dapat dikatakan kurang berhasil karena data yang diperoleh dari percobaan ini sangat tidak memungkinkan dimana berat cawan porselin beserta abu lebih kecil dibandingkan dengan berat cawan kosong. Hal ini terjadi pada tiga biskuit sampel dari enam biskuit yang diuji keseluruhan. Kesalahan ini terjasi karena beberapa faktor seperti, kesalahan dalam pengarangan, ketidaktelitian dalam mengukur berat, kurang memperhatikan prosedur yang telah ditetapkan, kesalahan paralaks dan lain-lain. Karena data akhir dari percobaan ini mengalami kesalahan, maka hasil perhitungan kadar abu dalam sampel biskuit ini juga mengalami kesalahan. Dapat dilihat pada tabel hasil kadar abu pada biskuit di atas, bahwa terdapat 3 dari 6 sampel yang memiliki kadar abu yang berada dikisaran di bawah nol (negatif). Hal ini sangat tidak mungkin terjadi, karena disetiap bahan pangan, pasti terdapat kadar abu di dalamnya dan tidak akan mungkin bernilai negatif. Terdapat pula 2 dari 6 sampel yang mempunyai kadar abu melebihi 100%. Sedangkan pada biskuit M. Roma, tidak diketahui berat cawan awalnya karena kehilangan data oleh salah satu kelompok sehingga kadar abu pada bahan tersebut tidak dapat dihitung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pengukuran kadar abu pada sampel biskuit-biskuit dapat disimpulkan bahwa kadar abu pada bahan pangan berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu suatu bahan pangan, samakin buruk kualitas dari bahan pangan tersebut. Pada sampel biskuit yang diuji, M Roma memiliki kadar abu paling besar sedangkan Arrow Brand memiliki kadar abu paling sedikit.
Saran
Disarankan pada para praktikan agar lebih mematuhi GLP dan memahami secara cermat prosedur percobaan. Diharapkan seluruh praktikan juga mencatat setiap hasil dari percobaan ini agar tidak ada kehilangan data dan menyebabkan kesulitan dalam perhitungan penentuan data hasil akhir dari percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Dainith John. 1994. Kamus Kimia Lengkap. Edisi baru. Jakarta : Erlangga.
Darusman L K. 2001. Diktat Kimia Analitik 1 jilid 1. Bogor: Departemen Kimia FMIPA-IPB.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press.
Muaris Hindah. 2007. Healthy Cooking Biskuit Sehat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Skoog Douglas et al. 2004. Fundamental of Analytical Chemistry. Singapura: Thomson Learning.
Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Tabel 2 Hasil pengamatan pengabuan sampel biskuit
Sampel Biskuit Berat cawan (gr) Berat sampel (gr) Berat cawan+abu (gr) berat abu
(gr) % abu
M. Roma 0.0000 1.0807 14.8397 - -
Arrow Brand 23.2687 1.0541 17.6825 -5.29955 -502.76%
Khong Ghuan 20.0650 1.0197 26.3944 6.20712 608.72%
Go Potato 25.0776 1.1630 21.8831 -2.74678 -236.18%
M. Oops 18.5555 1.1810 22.8131 3.60508 305.26%
Ritz 23.7051 1.1062 21.2068 -2.25847 -204.17%
Contoh perhitungan :
Berat abu sampel biskuit go potato = (berat cawan +abu)-berat cawan kosong/ berat sampel
= 21.8831-25.0776/ 1.1630 = -2.74678
% abu = x 100%
= -2.74678/ 1.1630 x 100%
= -236.18%
Pembagian tugas Kelompok empat :
Babang : Pembahasan dan Kesimpulan dan Saran
Agus : Cover, Pendahuluan, Metodologi
Aji : Tinjauan Pustaka, Daftar Pustaka
Evi: Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, Lampiran, Finishing
laporan pengabuan azg kelompok 4 Kamis
Jumat, 10 Juni 2011
Diposting oleh
evi aws
di
9:09 PM
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar